Dibubarkannya sekolah-sekolah berstatus
Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) berdampak berat bagi SMP.
Pasalnya, sekolah tingkat menengah pertama ini sudah dilarang melakukan
pungutan. Bagaimana upaya mereka mempertahankan mutu ?
DISKUSI di Graha Pena Jambi Ekspres
Jalan Pattimura kemarin, kemarin berlangsung penuh kekeluargaan. Pada
kesempatan itu, hadir kepala sekolah yang sudah menyandang status RSBI. Mulai
dari Kepsek SMA Titian Teras, Edi Purwanta, Junarso, Wakil Kepala SMPN 7
Kota Jambi, kemudian Nanang Sunarya, Kepala SMPN 1 Kota Jambi dan Kepsek SMKN 2
Kota Jambi, Miyanto.
Selain itu, juga hadir Kepala Dinas
Pendidikan Provinsi Jambi, Idham Khalid, Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Jambi,
Ir Syahbandar, Ketua BAP S/M Provinsi Jambi, Syarif Ghamal SH MH, Anggota
Komisi D DPRD Kota Jambi, Zayadi dan pengamat pendidikan Prof Dr Lias Hasibuan
MA.
Hampir semua peserta diskusi yang
diselenggarakan Redaksi Harian Pagi Jambi Ekspres tersebut, menyayangkan
dibubarkannya sekolah-sekolah yang berstatus RSBI itu. Hanya saja, mereka
sepakat keputusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) itu harus diikuti.
‘’Kita harus menghormati keputusan
tersebut. Tapi seperti kata pepatah, lain yang gatal lain yang digaruk. Itulah
kondisinya dalam penghapusan pasal 50 ayat (3) UU Sisdiknas ,’’ ungkap
Kadis Pendidikan Provinsi Jambi, Idham Kholid MM.
Diakuinya, memang ada sekolah-sekolah
yang salah dalam menerapkan RSBI ini, yakni menerapkan pungutan berlebihan.
Tapi, tidak perlu dengan membakar lumbungnya.
‘’Kalau ada jari yang sakit, tidak
perlu tangannya yang dipotong. Cukup diobati saja,’’ tukasnya.
Dengan dihapuskannya, sekolah RSBI ini
sebutnya, Dinas Pendidikan Provinsi Jambi tidak bisa lagi membantu menyalurkan
dana ke sekolah-sekolah. Karena sesuai aturan, dinas pendidikan provinsi hanya
bisa menyalurkan bantuan ke sekolah yang berstatus RSBI.
‘’Kita stop semua bantuan ke sekolah,
yang hanya ada hanya bantuan sister school. Itupun hanya untuk sekolah
milik provinsi Jambi saja. Dan kepada sekolah RSBI, kita minta bersabar untuk
sambil menunggu Juknis dari pusat,’’ tukasnya.
Lebih lanjut dia menerangkan,
program RSBI ini sebenarnya sangat baik. Dengan dicabutnya RSBI ini, yang
untung Jelas sekolah internasional yang ada di Jakarta.
‘’Dan itu akan hadir di Jambi. Sebab,
mereka mengembangkan sekolah dengan taraf internasional dan menarik minat
siswa. Akhirnya, minat terhadap sekolah yang ada itu menurun,” ujarnya.
Terkait dengan mutu pendidikan, Idham menilai, tentu akan memberikan efek.
Karena terkait dengan biaya. ‘’Memang ada BOS, untuk SMP sebanyak
Rp 710 ribu per siswa. Tapi, itu hanya bisa untuk memberikan pelayanan minimal
pendidikan. Kalau untuk pelayanan maksimal tentu butuh biaya,’’ tegasnya.
Hanya saja, dirinya berharap, semua sekolah dan yang terkait dengan dunia
pendidikan, tetap bersama berkomitmen untuk mempertahankan, bahkan meningkatkan
mutu pendidikan di Jambi. “Dengan ada atau tidaknya RSBI, kita berharap mutu
pendidikan terus dijaga oleh instansi yang terkait,” tandasnya.
Kondisi inilah dikelukan pihak sekolah.
Dan mereka terkesan sedikit bingung untuk pembiayaan pendidikan tersebut.
Junarso, perwakilan dari SMPN 7 Kota Jambi menerangkan, jika dirinya menyayang
penghapusan RSBI itu. Menurutnya, penghapusan RSBI ini akibat ulah beberapa
sekolah yang memanfaatkan predikat ini dengan melakukan pungutan yang tak bisa
ditolerasi. Akan tetapi, hal ini bukan terjadi di Jambi menurutnya.
“Akibat sekolah di Jawa khususnya, sehingga ini dihapuskan. Padahal, program
ini sangat baik sekali. Contohnya saja, dulu di SMPN 7 kami tak memiliki guru
S2 sebelum RSBI, namun sekarang sudah ada 6 orang. Lalu, dulu guru tak bisa
menggunakan perangkat IT. Sekarang dengan adanya tuntutan RSBI, guru sudah bsia
mengoperasikan IT,” katanya menjelaskan positifnya dari RSBI ini.
Akan tetapi, katanya, dengan peningkatan itu semua, memang biaya operasional
membengkak. Hal ini yang saat ini menimbulkan kegalauan dari pihak sekolah.
Dicontohkannya, seperti untuk membayar listrik saja, dengan fasilitas yang
dimiliki saat ini oleh SMPN 7, dalam satu bulan bisa menghabiskan lebih kurang
Rp 15 juta untuk membayar listrik.
“Ini kan salah satu dampak yang serius. Bagaimana setelah tak ada lagi RSBI.
Sebelumnya, biaya ini ada dana dari pusat untuk sekolah RSBI. Ini harus
dipikirkan lagi. Namun, keputusan MK ini tetap harus dijalankan. Kami menunggu
saja petunjuk dari pusat,” tukasnya.
Sementara itu, Nanang Sunarya, Kepala SMPN 1 Kota Jambi dalam kesempatan yang
sama mengutarakan, dengan dicabutnya pasal 50 Undang-undang sistim pendidikan
nasional, memberikan efek kepada keberlangsungan sekolah.
“Respons dari orang tua dengan
pemutusan RSBI ini sangat besar. Dengan dihapuskannya RSBI ini, tentu yang ada
dibenak orang tua, semua kewajiban pembayaran dihapuskan. Atau bsia dikatakan,
tak ada lagi pungutan. Sementara biaya operasional tinggi,” ungkapnya.
Menanggapi hal itu, kata Nanang, pembayaran untuk Januari ini, Nanang
mengatakan, sudah ditiadakan oleh pihak sekolah. “Per 10 Januari lalu sudah
diputuskan, semua pungutan dihapus. Untuk yang sudah membayar di Januari, kami
akan kembalikan,” tegasnya.
Akan tetapi, pihaknya mengaku, memiliki program lain untuk peningkatan mutu.
“Kami ada program dan akan kami tawarkan kepada orang tua. Bagi yang berminat
bisa dilanjutkan, yang tidak juga tak apa-apa. Tapi memang waktu pelajaran
sudah berkurang. Biasanya anak-anak belajar sampai pukul 17.00 WIB, saat ini
pukul 13.30 sudah pulang,” tukasnya.
Sementara Kepala SMA Titian teras, Edi Purwata, menjelaskan, pihaknya tetap
akan berkomitmen kepada mutu pendidikan. “Kami akan terus berjalan meningkatkan
mutu walau dengan dana yang berasal dari orang tua murid atau dari Pemda,”
katanya.
Untuk diketahui, SMA Titian Teras sendiri merupakan sekolah milik Pemda
Provinsi Jambi. Oleh karenanya, SMA TT masih mendapatkan subsidi dari Pemda.
“Output kita tetap harus berkualitas,” ujarnya.
Sementara Miyanto, Kepala SMKN 2 Kota Jambi menerangkan hal yang nyaris sama.
Menurutnya, pihak SMKN 2 tak terpengaruh terhadap penghapusan RSBI tersebut.
“Kami bisa membiayai semuanya dengan dana uang unit produksi yang ada di
sekolah. Selama ini, semua berjalan dengan lancar. Sebelum RSBI, kami sudah
punya 8 guru S2 yang mandiri. Untuk IT kami tingkatkan juga, one man one laptop
sudah dilakukan. Semua dengan uang unit produksi yang ada,” pungkasnya.
( sumber : www.jambiekspres.co.id )
Pendapat
: saya setuju dengan keputusan pemerintah,karena dengan tindakan seperti itu
dapat memberikan efek jera bagi sekolah yang sudah berstatus RSBI namun masih
melakukan pungutan yang berlebihan. Seharusnya pihak sekolah pun bangga dengan
tindakan pemerintah tersebut,bukan malah mengurangi mutu pelajaran atau cara
mengajar mereka. Hal tersebut sangat saya sayangkan karena dapat menimbulkan
generasi muda yang hancur pada masanya. Seharusnya pihak sekolah menanggapi
dengan positif tindakan pemerintah itu,dengan bersikap tegas kapada semua pihak
sekolah agar meningkatkan mutu pelajaran dan cara mengajar mereka,agar generasi
muda yang di didik pun akan merespon baik dengan apa yang telah diberikan dari
pihak sekolah,dengan demikian presentase nilai pendidikan di negara kita pun
sedikit demi sedikit akan maju.
Saran
: tentu harus ada pengawasan secara langsung dari pihak pemerintah agar pihak
sekolah tidak semena-mena memberikan pengajaran kepada anak didik. Memberi
kebebasan kepada semua siswa untuk memberikan pengaduan jika ada guru yang semena-mena
mengajarnya,begitupun sebaliknya,guru pun harus diberi kebebasan untuk
meberikan pengaduan jika siswa ada yang semena-mena bersikap terhadap guru.
Kesimpulan
: beberapa sekolah RSBI di cabut statusnya karena di anggap telah mengadakan
pungutan biaya sekolah yang seharusnya tidak di pungut karena pemerintah sudah
memberikan bantuan kepada sekolah yang statusnya bertaraf RSBI. Namun ada
beberapa sekolah yang mampu membiayakan sekolah tersebut tanpa bantuan dari
pemerintah,karena mereka mempunyai uang unit produksi untuk keperluan sekolah.