About

Rabu, 29 Oktober 2014

Ragam Bahasa

Sejarah Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. pada saat itu, para pemuda dari berbagai pelosok Nusantara berkumpul dalam kerapatan Pemuda dan berikrar (1) bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia, (2) berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan (3) menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ikrar para pemuda ini dikenal dengan nama Sumpah Pemuda.
Unsur yang ketiga dari Sumpah Pemuda merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa <?xml:namespace prefix = st1 ns = "urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" />Indonesia. Pada tahun 1928 itulah bahasa Indonesia dikukuhkan kedudukannya sebagai bahasa nasional.
Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945 karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Bahasa negara ialah bahasa Indonesia (Bab XV, Pasal 36).
Keputusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan, antara lain, menyatakan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak zaman dulu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara.
Bahasa Melayu mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7. Bukti yang menyatakan itu ialah dengan ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit berangka tahun 683 M (Palembang), Talang Tuwo berangka tahun 684 M (Palembang), Kota Kapur berangka tahun 686 M (Bangka Barat), dan Karang Brahi berangka tahun 688 M (Jambi). Prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari berbahasa Melayu Kuna. Bahasa Melayu Kuna itu tidak hanya dipakai pada zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga ditemukan prasasti berangka tahun 832 M dan di Bogor ditemukan prasasti berangka tahun 942 M yang juga menggunakan bahasa Melayu Kuna.
Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku pelajaran agama Budha. Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan antarsuku di Nusantara dan sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa antarsuku di Nusantara maupun sebagai bahasa yang digunakan terhadap para pedagang yang datang dari luar Nusantara.
Informasi dari seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing, yang belajar agama Budha di Sriwijaya, antara lain, menyatakan bahwa di Sriwijaya ada bahasa yang bernama Koen-louen (I-Tsing:63,159), Kou-luen (I-Tsing:183), K’ouen-louen (Ferrand, 1919), Kw’enlun (Alisjahbana, 1971:1089). Kun’lun (Parnikel, 1977:91), K’un-lun (Prentice, 1078:19), yang berdampingan dengan Sanskerta. Yang dimaksud Koen-luen adalah bahasa perhubungan (lingua franca) di Kepulauan Nusantara, yaitu bahasa Melayu.

Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak makin jelas dari peninggalan kerajaan Islam, baik yang berupa batu bertulis, seperti tulisan pada batu nisan di Minye Tujoh, Aceh, berangka tahun 1380 M, maupun hasil susastra (abad ke-16 dan ke-17), seperti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, Tajussalatin, dan Bustanussalatin.
Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara. Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur.

Bahasa Melayu dipakai di mana-mana di wilayah Nusantara serta makin berkembang dan bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai di daerah di wilayah Nusantara dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa Sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa. Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek.

Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komunikasi antarperkumpulan yang bangkit pada masa itu menggunakan bahasa Melayu. Para pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928).
Kebangkitan nasional telah mendorong perkembangan bahasa Indonesia dengan pesat. Peranan kegiatan politik, perdagangan, persuratkabaran, dan majalah sangat besar dalam memodernkan bahasa Indonesia.
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini bahasa Indonesia dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah.


Keragaman Bahasa Indonesia
Ragam bahasa dapat didefinisikan sebagai kevariasian bahasa dalam pemakainya sebagai alat komunikasi. Kevariasian bahasa ini terjadi karena beberapa hal, seperti: media yang digunakan, hubungan pembicara, dan topik yang dibicarakan. Ragam Bahasa bisa diartikan dengan variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara. Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik (mempunyai prestise tinggi), yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi.
Pembagian ragam bahasa
Berdasarkan media yang digunakan ragam bahasa di bedakan atas :
a)        Ragam bahasa lisan: berpidato, berdiskusi, bertelepon
b)        Ragam bahasa tulis.
Ragam bahasa lisan di tandai dengan penggunaan lafal atau pengucapan, intonasi (lagu kalimat), kosakata, penggunaan tata bahasa dalam pembentukan kata, dan penyusunan kalimat. Ragam bahasa lisan terdiri dari:
a)     Ragam bahasa lisan baku sejalan dengan ragam tulis bahasa tulis baku,
b)     Ragam bahasa tulisan tidak baku (bahasa pergaulan).


Ada 4 (empat) perbedaan ragam bahasa tulis dan lisan, yaitu :
a)     Ragam bahasa lisan biasanya digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi tertentu.
b) Ragam bahasa lisan menggunakan komunikasi dua orang atau lebih, ragam tulis tidaklah demikian.
c) Penggunaan ragam bahasa lisan dengan intonasi dapat dimengerti, sedangkan ragam bahasa tulis lebih banyak menggunakan kaidah bahasa baku.
d) Ragam bahasa tulis ditandai dengan kecermatan menggunakan ejaan dan tanda baca (melambangkan intonasi), kosa kata, penggunaan tata bahasa dalam pembentukan kata, penyusunan kalimat, paragraf, dan wacana.
Sedangkan ragam bahasa yang cukup populer adalah ragam bahasa yang dikemukakan oleh Martin Joos. Joss membagi ragam bahasa dilihat dari sisi keformalan. Dari tinjauan keformalan, suatu bahasa bisa dipilah menjadi ragam beku (frozen), ragam resmi (formal), ragam usaha (konsultatif), ragam santai (casual), dan ragam akrab (intimate).
Contoh ragam beku adalah bahasa – bahasa yang digunakan dalam situasi formal yang khidmat, seperti pada upacara – upacara resmi, upacara kenegaraan, khotbah di masjid, bahasa undang – undang dan sejenisnya.
Contoh ragam formal adalah variasi bahasa yang digunakan dalam pidato kenegaraan, rapat dinas, surat menyurat dinas, ceramah keagamaan, buku – buku pelajaran, dan sejenisnya.
Ragam usaha adalah variasi bahasa yang digunakan dalam pembicaraan sehari – hari di sekolah, rapat – rapat yang berorientasi pada hasil. Ragam ini adalah ragam yang operasional.
Ragam santai atau ragam casual adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi tidak resmi. Contohnya adalah bahasa yang banyak digunakan antar teman, sahabat, atau teman dalam situasi kekeluargaan. Bentuk bahasa ini umumnya pendek – pendek, beberapa kata yang tidak begitu penting dalam menentukan makna sering dilesapkan sehingga secara gramatikal, ragam bahasa ini tidak selengkap struktur bahasa ragam formal atau ragam beku.
Ragam yang paling tidak formal adalah ragam akrab atau ragam intimate. Komunikasi antar suami-istri atau sahabat yang hubungannya sangat dekat seringkali hanya menggunakan satu atau dua kata, bahkan hanya isyarat saja.
Pembagian ragam bahasa Indonesia dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
a. Pembagian ragam bahasa berdasarkan media/sarana, antara lain :
Ø Ragam bahasa lisan (tidak baku).
a) Kosa kata lebih menekankan pilihan kata yang tidak baku.
Contoh : Adik pergi ke sekolah ngebawa buku pelajaran.
             Kue bikinan ibuku sangat enak.
b) Bentuk kata bahasa lisan cenderung tidak menggunakan imbuhan (awalan ataupun akhiran).
Contoh : Ketika bekerja ia malas sekali, kasihan sekarang nganggur.
c) Kalimat cenderung tanpa unsur yang lengkap (tanpa subjek, predikat, ataupun objek). Kejelasan kalimat dipengaruhi oleh unsur – unsur situasi ketika kalimat tersebut diucapkan. Isi kalimat dapat dimengerti tetapi struktur kalimatnya salah. Misalnya berupa anak kalimat tanpa subjek, tanpa predikat.
Contoh : Di kampusku memiliki beberapa fakultas.
Ø  Ragam bahasa tulis.
Ragam ini menekankan penggunaan ragam bahasa baku, ejaan (EYD) yang baku, kosa kata yang baku, bentuk kata berimbuhan, dan kalimat yang lengkap secara gramatikal.
Contoh :
·   Kosa kata.
Dzikir Akbar merupakan salah satu rangkaian kegiatan Dies maulidiyah UIN Malang.
·  Bentuk Kata.
Arif sedang menulis skripsi guna memenuhi tugas akhir di UIN Malang.
Martini memasak sayur untuk korban bencana Lumpur Lapindo di Sidoarjo.
·  Kalimat.
UIN Maliki Malang mengadakan seminar yang mengkaji bank islami tahun 2012.
b. Pembagian ragam bahasa berdasarkan penutur.
Ragam bahasa Indonesia berdasarkan penutur ini dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: ragam bahasa berdasarkan daerah disebut ragam daerah (logat/dialek), ragam bahasa berdasarkan pendidikan penutur, ragam bahasa berdasarkan sikap penutur.

Ø  Ragam bahasa berdasarkan daerah disebut ragam daerah (logat/dialek)
                   Luasnya pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang tinggal di Jakarta berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan di Jawa Tengah, Bali, Jayapura, dan Tapanuli. Masing-masing memilikiciri khas yang berbeda-beda. Misalnya logat bahasa Indonesia orang Jawa Tengah tampak padapelafalan/b/pada posisiawal saat melafalkan nama-nama kota seperti Bogor, Bandung, Banyuwangi, dll. Logat bahasa Indonesia orang Bali tampak pada pelafalan /t/ seperti pada kata ithu, kitha, canthik, dll.

Ø  Ragam bahasa berdasarkan pendidikan penutur.
                   Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya fitnah, kompleks,vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm, pakultas. Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata bahasa, misalnya mbawa seharusnya membawa, nyari seharusnya mencari. Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun sering menanggalkan awalan yang seharusnya dipakai.

Ø  Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur.
             Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan) atau sikap penulis terhadap pembawa (jika dituliskan) sikap itu antara lain resmi, akrab, dan santai. Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis juga mempengaruhi sikap tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasannya. Jika terdapat jarak antara penutur dan kawan bicara atau penulis dan pembaca, akan digunakan ragam bahasa resmi atau bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan bicara akan makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.

Ø  Ragam bahasa menurut pokok persoalan atau bidang pemakaian
Dalam kehidupan sehari-hari banyak pokok persoalan yang dibicarakan. Dalam membicarakan pokok persoalan yang berbeda-beda ini kita pun menggunakan ragam bahasa yang berbeda. Ragam bahasa yang digunakan dalam lingkungan agama berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan kedokteran, hukum, atau pers. Bahasa yang digunakan dalam lingkungan politik, berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan ekonomi/perdagangan, olah raga, seni, atau teknologi. Ragam bahasa yang digunakan menurut pokok persoalan atau bidang pemakaian ini dikenal pula dengan istilah laras bahasa.
Perbedaan itu tampak dalam pilihan atau penggunaan sejumlah kata/peristilahan/ungkapan yang khusus digunakan dalam bidang tersebut, misalnya masjid, gereja, vihara adalah kata-kata yang digunakan dalam bidang agama; koroner, hipertensi, anemia, digunakan dalam bidang kedokteran; improvisasi, maestro, kontemporer banyak digunakan dalam lingkungan seni; pengacara, duplik, terdakwa, digunakan dalam lingkungan hukum; pemanasan, peregangan, wasit digunakan dalam lingkungan olah raga. Kalimat yang digunakan pun berbeda sesuai dengan pokok persoalan yang dikemukakan. Kalimat dalam undang-undang berbeda dengan kalimat-kalimat dalam sastra, kalimat-kalimat dalam karya ilmiah, kalimat-kalimat dalam koran/majalah, dll. Contoh kalimat yang digunakan dalam undang-undang.
Contoh:
Sanksi Pelanggaran Pasal 44:
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta
1.       Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus jutarupiah).
                   Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual pada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hasil hak cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Sedangkan, pada buku yang lain menyebutkan bahwa bahasa Indonesia mengenal 4 ragam bahasa yaitu ragam bahasa hukum, ragam bahasa ilmiah, ragam bahasa jurnalistik, dan ragam bahasa sastra

Ragam bahasa ilmiah.
Ragam bahasa ilmiah digunakan dalam kajian ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang terkait dengan penulisan upaya pencarian, penemuan, pengolahan, dokumentasi, analisis atau publikasi dalam bentuk: proposal penelitian, reproduksi suatu konsep, pembuktian suatu kebenaran teori, temuan teori baru, pengembangan teori sehingga menghasilkan temuan teori baru atau konsep yang belum pernah ada: rekayasa teknologi komunikasi, rekayasa satelit pengintai, rekayasa teknologi nuklir bidang kedokteran, teknologi nuklir pembangkit listrik, strategi memenangkan persaingan bisnis, membangun karakter, kecerdasan, dan lain-lain.
Ragam bahasa ilmiah merupakan sarana verbal yang efektif, efesien, baik dan benar. Ragam bahasa ilmiah lazim digunakan untuk mengkonsumsikan proses kegiatan dan hasil penalaran ilmiah, proposal penelitian, skripsi, tesis, dan disertasi, artikel maupun naskah.
Ciri ragam bahasa ilmiah :
· Struktur kalimat jelas dan bermakna lugas. Lugas yang dimaksud tanpa menimbulkan tafsiran makna;
· Struktur wacana bersifat formal, mengacu pada standar konvensi naskah;
· Singkat, berisi analisis dan pembuktian, menyajikan konsep secara lengkap;
· Cermat dalam menggunakan unsur baku istilah/kata, ejaan, bentuk kata, kalimat, paragraf, wacana;
· Cermat dan konsisten menggunakan penalaran dari penentuan topik, pendahuluan, deskripsi teori, deskripsi data, analisis data, hasil analisis, sampai dengan kesimpulan dan saran. Contohnya antara rumusan masalah, analisis masalah, temuan atau ilmiah dan simpulan harus tersistematis.
· Penggunaan istilah khusus yang bersifat teknis dalam bidang ilmu tertentu. Pilihan kata (diksi) mikrochip digunakan untuk teknik informatika, kata konstitusi untuk bahasa hukum dsb.
· Objektif dapat diukur kebenarannya secara terbuka oleh umum, menghindarkan bentuk pesona, dan ungkapan subjektif;
· Konsisten dalam pembahasan topik, pengendalian variabel, permasalahan, tujuan, penalaran, istilah, sudut pandang, pendahuluan, landasan teori, deskripsi data, analisis data, hasil analisis, sampai dengan kesimpulan dan saran.

Ragam bahasa jurnalistik
Dipakai dalam dunia jurnalistik, hal ini berkaitan dengan media masa. Karena fungsi media masa sebagai media informasi, kontrol sosial, alat pendidikan dan media hiburan, maka ragam bahasa jurnalistik harus memiliki ciri komunikatif, sederhana, dinamis, dan demokratisKomunikatif berarti mudah dipahami dan tidak menimbulkan salah tafsir.
Bahasa jurnalistik juga harus bersifat sederhana, dinamis, dan demokratis. Namun kesederhanaan, kedinamisan dan kedemokratisannya harus mendukung unsur komunikatif. Bahkan kadang-kadang untuk mewujudkan ciri komunikatif, bahasa jurnalistik tidak mengikuti aturan kaidah bahasa Indonesia yang benar, namun hal tersebut diperbolehkan
Ciri sederhana, tidak menggunakan kata-kata yang bersifat teknis dan berbelit-belit, jika memang diperlukan kata teknik, harus diikuti dengan penjelasan maknanya.
Ciri dinamis berarti bahasa jurnalistik menggunakan kata-kata yang hidup di tengah-tengah masyarakat.
Ciri demokratis berarti mengikuti konsensus umum, dimana kata tersebut berlaku global dan dipahami dengan mahsud yang sama. Pendek kata, prinsip efektif dan efisien adalah prinsip utama yang ada pada ragam bahasa jurnalistik.

Ragam bahasa sastra.
Adalah ragam bahasa yang digunakan untuk penulisan karya sastra. Ragam bahasa sastra dapat dikatakan sebagai ragam bahasa yang bebas, karena ragam bahasa ini ditujukan untuk keindahan. Disebut prinsip Licensia Poetica. Prinsip tersebut memperboleh penggunaan bahasa menyimpang atau menyalahi kaidah bahasa demi keindahan sebuah karya.

Ragam bahasa hukum.
Adalah ragam bahasa yang digunakan pada kalangan hukum, seperti pada undang-undang dan istilah-istilah kepolisian.











Sumber   :
http://amier-uddien.blogspot.com/2014/02/makalah-keragaman-bahasa-di-indonesia.html

http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/lamanbahasa/petunjuk_praktis/627/Sekilas%20Tentang%20Sejarah%20Bahasa%20Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar